Friday, May 19, 2006

Mari membuat kompos skala rumah tangga

Salah satu dari pola hidup hijau yang dapat kita laksanakan adalah mengelola sampah organic rumah tangga, dengan membuatnya menjadi kompos.

Kompos adalah pupuk yang dibuat dari sampah organic organic.
Pembuatannya tidak terlalu rumit, tidak memerlukan tempat luas dan tidak memerlukan banyak peralatan dan biaya. Hanya memerlukan persiapan pendahuluan, sesudah itu kalau sudah rutin, tidak merepotkan bahkan selain mengurangi masalah pembuangan sampah, kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sendiri, tidak perlu membeli.

Kompos berguna untuk memperbaiki struktur tanah, zat makanan yang diperlukan tumbuhan akan tersedia. Mikroba yang ada dalam kompos akan membantu penyerapan zat makanan yang dibutuhkan tanaman. Tanah akan menjadi lebih gembur. Tanaman yang dipupuk dengan kompos akan tumbuh lebih baik. Hasilnya bunga-bunga berkembang, halaman menjadi asri dan teduh. Hawa menjadi segar karena oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan.

Bagaimana Kompos Terjadi

Sampah organic secara alami akan mengalami peruraian oleh berbagai jenis mikroba, binatang yang hidup di tanah, enzim dan jamur. Proses peruraian ini memerlukan kondisi tertentu, yaitu suhu, udara dan kelembaban. Makin cocok kondisinya, makin cepat pembentukan kompos, dalam 4 – 6 minggu sudah jadi. Apabila sampah organic ditimbun saja, baru berbulan-bulan kemudian menjadi kompos. Dalam proses pengomposan akan timbul panas krn aktivitas mikroba. Ini pertanda mikroba mengunyah bahan organic dan merubahnya menjadi kompos. Suhu optimal untk pengomposan dan harus dipertahankan adalah 45-65C.Jika terlalu panas harus dibolak-balik, setidak-tidaknya setiap 7 hari.

Peralatan

Di dalam rumah ( ruang keluarga, kamar makan ) dan di depan dapur disediakan 2 tempat sampah yang berbeda warna untuk sampah organic dan sampah non-organic. Diperlukan bak plastic atau drum bekas untuk pembuatan kompos. Di bagian dasarnya diberi beberapa lubang untuk mengeluarkan kelebihan air. Untuk menjaga kelembaban bagian atas dapat ditutup dengan karung goni atau anyaman bambu. Dasar bak pengomposan dapat tanah atau paving block, sehingga kelebihan air dapat merembes ke bawah. Bak pengomposan tidak boleh kena air hujan, harus di bawah atap.

Cara Pengomposan

- Campur 1 bagian sampah hijau dan 1 bagian sampah coklat.
- Tambahkan 1 bagian kompos lama atau lapisan tanah atas (top soil) dan dicampur. Tanah atau kompos ini mengandung mikroba aktif yang akan bekerja mengolah sampah menjadi kompos. Jika ada kotoran ternak ( ayam atau sapi ) dapat pula dicampurkan .
- Pembuatan bisa sekaligus, atau selapis demi selapis misalnya setiap 2 hari ditambah sampah baru. Setiap 7 hari diaduk.
- Pengomposan selesai jika campuran menjadi kehitaman, dan tidak berbau sampah. Pada minggu ke-1 dan ke-2 mikroba mulai bekerja menguraikan membuat kompos, sehingga suhu menjadi sekitar 40C. Pada minggu ke-5 dan ke-6 suhu kembali normal, kompos sudah jadi.
- Jika perlu diayak untuk memisahkan bagian yang kasar. Kompos yang kasar bisa dicampurkan ke dalam bak pengomposan sebagai activator.

Keberhasilan pengomposan terletak pada bagaimana kita dapat mengendalikan suhu, kelembaban dan oksigen, agar mikroba dapat memperoleh lingkungan yang optimal untuk berkembang biak, ialah makanan cukup (bahan organic), kelembaban (30-50%) dan udara segar (oksigen) untuk dapat bernapas.
Sampah organic sebaiknya dicacah menjadi potongan kecil. Untuk mempercepat pengomposan, dapat ditambahkan bio-activator berupa larutan effective microorganism (EM) yang dapat dibeli di toko pertanian.

Penutup

Apabila setiap rumah tangga melakukan pemilahan sampahnya: yang organic dijadikan kompos, yang non-organik disedekahkan kepada pemulung, maka pemerintah tinggal mengelola sisanya yang 10% saja,yang tidak dapat didaur ulang. Alangkah senangnya pemulung, kalau penghuni rumah sudah memilah sampahnya, sehingga mereka tinggal mengambil kertas, plastic dsb. yang tidak dikotori sisa makanan, tanpa mengobrak-abrik bak sampah (maaf) berebutan dengan anjing dan kucing. Jam kerjanya akan lebih pendek, uang yang diperoleh akan lebih banyak.
Pembuatan kompos ini dapat pula dilakukan secara kolektif, apabila keadaan tidak memungkinkan. Misalnya perumahan padat penduduk, atau apartemen. Pengelolaannya dapat diserahkan kepada RW atau pihak swasta. Namun masing-masing rumah tangga tetap harus melakukan pemilahan sampahnya. Sehingga tidak perlu lagi ada TPA yang memerlukan tanah luas dan menimbulkan masalah pencemaran, bahaya longsor, pendangkalan sungai, penyakit dsb.

Marilah…..kita menjadi pelopor, penggerak keluarga dan masyarakat di sekitar kita.
Selain ikut memelihara lingkungan hidup, juga beribadah.
Mulailah dari yang kecil.
Mulailah dari diri sendiri.
Mulailah sekarang juga.

ajakan dari:
Djamaludin Suryohadikusumo
mantan mentri kehutanan RI

Sampah, tanggung jawab siapa ?

UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan : “Setiap manusia mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan hak dan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Selanjutnya:”Setiap manusia berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.”

Sebagai wakil Allah SWT di bumi, kita mendapat titipan memelihara apa yang ada di bumi. Kita diberi Allah SWT makanan, pakaian, rumah, semuanya dari hasil bumi. Lalu apakah pantas kita kembalikan sebagai sampah dan racun yang merusak bumi?

Data dari berbagai Negara menunjukkan bahwa yang lebih banyak menjadi korban pencemaran lingkungan adalah perempuan dan anak2. Berbagai bahan kimia rumah tangga lebih banyak dihirup perempuan dan anak2 yang berada di rumah. Sedangkan gas beracun yang terkumpul pada ketinggian kurang dari 1 meter, lebih banyak dihirup anak-anak. Tidak terpeliharanya bumi, mengakibatkan jumlah penderita kanker, asma dan anak2 autis setiap tahun makin meningkat.

Karena kurangnya kesempatan mendapat informasi atau penyuluhan tentang pencemaran dan perusakan lingkungan, peranan perempuan masih belum telihat nyata. Perempuan bisa dan wajib berperan dalam melestarikan lingkungan hidup. Mulailah dari diri kita sendiri, lalu menularkan kepada keluarga dan lingkungan terdekat kita. Merubah pola hidup tidak mudah, akan tetapi harus kita mulai dari sekarang. Tentu kita tidak ingin anak-cucu kita beberapa tahun lagi menjadi generasi yang fisiknya lemah, intelegensianya rendah, karena menghirup udara tercemar atau makan makanan tercemar.
Anak-anak sejak usia dini perlu mendapat pendidikan lingkungan, agar memiliki pola hidup yang berwawasan lingkungan. Istilah sekarang adalah pola hidup hijau.

Pola hidup hijau adalah perilaku yang menganut kaidah 4R yaitu : Reduce ( mengurangi pemakaian), Reuse ( menggunakan kembali ), Recycle ( mendaur ulang ) dan Replant ( menanam kembali ).

Di rumah tangga, banyak kegiatan perempuan yang menghasilkan limbah. Setiap belanja, kita membawa pulang tas-tas “kresek”. Isinya pelbagai barang belanjaan dalam kemasan plastic atau kaleng. Ada makanan, detergen, pembersih, pewangi, setelah habis isinya menjadi sampah, yang disebut sampah anorganik.

Di dapur potongan sayuran, kulit buah, sisa makanan, adalah sampah organic rumah tangga sehari-hari yang selalu ada. Kalau tidak segera ditangani akan membusuk, menimbulkan bau dan mengundang lalat, semut, kecoa, tikus, kucing dll. Di halaman, daun-daun yang luruh, potongan tanaman, adalah sampah organic juga.

Komposisi sampah rumah tangga, yang terbanyak adalah sampah organic (60-70%), sampah non-organik yang masih dapat didaur ulang 20%. Sisanya sekitar 10% adalah sampah non-organik yang tidak dapat didaur ulang ( misalnya pampers, plastic Styrofoam) dan bahan berbahaya ( batere bekas dll).

Mengapa kita tidak merubah kebiasaan ‘membuang’ menjadi ‘mengelola’?

Mari membuat kompos skala rumah tangga

oleh :
Djamaludin Suryohadikusumo

Monday, May 15, 2006

Kesan2 dari eks mahasiswi AR ITB

Sesudah Bapak wafat pada tanggal 30 September 1999, ada banyak permintaan dari berbagai kalangan terutama dari keluarga besar Bapak untuk membuat buku kenangan untuk mengenang perjalanan dan perjuangan bapak semasa hidupnya.
Dan blog ini dibuat sebagai salah satu usaha untuk mengumpulkan materi untuk buku tersebut.

Salah satu kesan yang disampaikan oleh mantan mahasiswi bapak :

"Pak Hasan Purbo orangnya baik dan sederhana. Biasanya dosen arsitektur yang kadar ke"seni"annya agak tinggi punya kecenderungan nyentrik, kasar dan seenaknya sendiri, tapi beliau lain. Beliau santun, serius, halus dan sangat punya keinginan membantu anak didiknya. Yang jelas aku sangat berterimakasih karena beliau mau membuat surat pengantar yang amat baik waktu aku mau ambil master di AS sehingga aku diterima di sana (meski nilai S1 ku amburadul, kebanyakan main marching band, majalah Kampus, berenang, basket, PSIK dan lainnya sih..!). Aku diterima di Urban and Regional Planning di University of Iowa sebagai mahasiswa percobaan.

Dekannya mengatakan: "Nining because your undergraduate grade is not proper, but the letter of recomendation says that you are good, and you are already here, because your husband is a student at this university too, and your TOEFL and GRE score are good, ok then, you are accepted as a graduate student under one condition, if your grade at the first semester is low, then you have to quit! Deal?". Jawabku:"Yes, sir"

Karena ancaman itu dan kondisiku sebagai probation student, maka aku belajar setengah mati, dan pada semester 1 itu aku malah nilainya A semua sehingga aku malah dapat beasiswa dari pemerintah Federal AS (graduate tuition grant)

Pak Hasan Purbo mampu melihat dibalik yang amburadul dari mahasiswanya, ada potensi tersembunyi, dan ini adalah ciri khas pendidik yang baik, karena dia tidak menghakimi di satu moment saja, di satu potret statik saja. Beliau lebih mengutamakan proses. Semoga pak Hasan Purbo mendapat tempat di sisi Allah SWT yang baik, karena amalnya banyak.

Nining I Soesilo
AR'76

Ctt: Bila ada diantara pembaca yang juga memiliki kesan2 mengenai alm Bapak Hasan Poerbo, silakan mengisi comment, guest book atau mengirim email kepada kami. Terima kasih.

Friday, May 05, 2006

Lingkungan Binaan untuk Rakyat

Buku : gelar nalar Prof Hasan Poerbo


Buku Lingkungan Binaan untuk Rakyat ini adalah kumpulan pengamatan dan gagasan Prof. Hasan Poerbo tentang pembangunan dan pengelolaan lingkungan binaan, yang beliau tulis antara tahun 1983 - 1993.

Walaupun bidang keahlian yang beliau tekuni adalah lingkungan binaan, tetapi pengamatan beliau banyak tertuju pada manusia dan masyarakat lapisan bawah.
Sedang gagasan beliau banyak mengarah pada upaya mengangkat lapisan masyarakat ini agar lebih berdaya dan dapat berperanserta dalam pengembangan kehidupan bersama.

Diharapkan penggelaran nalar Prof. Hasan Poerbo ini menjadi inspirasi bagi para mahasiswa, pengajar, pakar, peneliti, birokrat maupun praktisi untuk menindak lanjutinya.

diterbitkan oleh :
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup ITB (PPLH ITB)
bekerjasama dengan Yayasan Akatiga

penyunting :
Tjuk Kuswartojo